Pemetaan menggunakan UAV telah menjadi sangat populer saat ini karena pesatnya perkembangan elektronik teknologi. UAV diperlukan untuk mendukung kegiatan pemetaan cepat, seperti manajemen bencana alam, SAR aplikasi, aplikasi pertanian dan pemantauan kebakaran hutan. Selain resolusi spasial, itu juga diperlukan keakuratan akurasi posisi. Secara umum, proses georeferensi pemrosesan foto udara menggunakan Ground Control Point (GCP) dari pengukuran GPS. Kerugian menggunakan GCP adalah bahwa pengukuran GPS membutuhkan lama dan biaya yang dikeluarkan relatif lebih mahal. Untuk alasan ini, teknik-teknik tertentu diperlukan untuk itu menghasilkan peta topografi dengan waktu yang lebih efisien. Direct Georeferencing (DG) pada UAV adalah triangulasi udara teknik tanpa menggunakan GCP. Teknik DG akan memotong survei lapangan dan menghasilkan peta topografi akurasi tinggi. Harapannya adalah bahwa dengan menggunakan teknik ini, pengukuran tie point bisa seminimal mungkin dan bahkan tidak perlu menggunakan titik kontrol. Penelitian ini mengevaluasi langsung teknik georeferensi dalam UAV untuk menghasilkan peta topografi yang akurat. Foto udara menggunakan multi rotor UAV DJI Phantom 4 RTK / PPK. Multi rotor ini dilengkapi dengan antena GPS akurasi tinggi dan mampu melakukannya menyimpan data observasi GPS. Pemrosesan koordinat foto menggunakan metode Post Processing Kinematic (PPK). Akurasi hasil perbaikan ortho geometri foto udara dibandingkan dengan titik kontrol. Hasil uji akurasi horizontal menunjukkan nilai 0,040 m menggunakan Circular Error 90% (CE90). Berdasarkan keakuratan peta dasar standar BIG, hasil ini dapat dimasukkan pada skala 1: 1.000 kelas 1. Langsung Teknik georeferensi dalam UAV menghasilkan peta dengan akurasi tinggi untuk area pemetaan yang relatif tidak luas.
Pemetaan menggunakan Unmanned Aerial Vehicle (UAV) menjadi sangat populer saat ini karena perkembangan teknologi terkait dengan posisi yang cepat (GPS ukuran kecil dengan posisi akurasi tinggi), penerbangan elektronik (kontrol penerbangan autopilot), dan sensor. UAV diperlukan untuk mendukung kegiatan pemetaan cepat, seperti bencana alam, aplikasi Pencarian dan Penyelamatan, pemantauan rehabilitasi hutan, identifikasi tanaman, dan pemantauan kebakaran hutan. UAV juga dapat menghasilkan tampilan permukaan bumi yang lebih rinci dengan resolusi sangat baik, UAV menyediakan teknologi yang jauh lebih murah daripada pengukuran terestrial atau menggunakan pesawat lain (seperti lidar). Foto udara dengan resolusi tinggi akan memudahkan proses mengidentifikasi objek untuk keperluan pemetaan skala besar. Selain resolusi spasial, akurasi posisi juga diperlukan. Secara umum, proses georeferensi menggunakan GCP. GCP adalah titik di tanah yang koordinatnya diketahui dan digunakan sebagai referensi dalam proses pemrosesan Triangulasi Udara. GCP dapat sangat meningkatkan akurasi 3D informasi dan pengukurannya merupakan aspek penting dari georeferensi blok gambar UAV. Diperlukan minimal tiga Ground Control Points (GCPs) tetapi meningkatkan jumlah GCP akan menghasilkan akurasi hasil orthophoto yang lebih tinggi.
Kerugian menggunakan GCP adalah bahwa pengukuran GPS membutuhkan waktu lama dan biaya lebih mahal. Kelemahan lain dari teknik ini adalah tidak semua area dapat dijangkau menggunakan GPS atau area tidak dapat diakses. Untuk alasan ini, teknik tertentu dibutuhkan untuk menghasilkan topografi peta lebih waktu efisien. DG di UAV adalah sebuah teknik restitusi foto udara tanpa menggunakan GCP. UAV membawa antenna GNSS yang presisi, oleh karenanya metode diferensial post processing data dari GNSS bisa untuk meningkatkan akurasi posisi dari foto. DG akan mengurangi kegiatan survei lapangan dan bisa menghasilkan akurasi yang tinggi pada peta topografi.
Tidak seperti itu Aerial Triangulasi, DG (Gambar 1) adalah direct position dan pengukuran orientasi dari kamera selama menangkap foto sehingga setiap pixel (sistem koordinat foto) bisa direferensikan secara geografis ke sistem koordinat bumi tanpa memerlukan informasi dasar (Gambar 1). Dalam Aerial Triangulasi, antena GPS merekam koordinat X, Y, Z dan IMU (International Measurement Unit) mencatat orientasi sudut ω (omega), φ (phi), κ (kappa) pada saat penembakan objek. Pengukuran ini terintegrasi dan terdiri dari enam parameter yang disebut Exterior Orientation (EO) parameter yang digunakan dalam persamaan collinearity untuk Georeferencing. Dalam fotogrametri tradisional, parameter EO dihasilkan dari Aerial Triangulasi yang membutuhkan GCP didistribusikan secara teratur. Dalam DG, parameter Orientasi Eksterior dihitung dari pengukuran GNSS. Kesalahan GNSS, waktu sinkronisasi, dan offset antara antena GNSS dan kamera dapat menyebabkan kesalahan pada eksterior linier parameter orientasi.
Gambar 1, Direct Georeferencing and Aerial Triangulation Concept
Jurnal surveying ini dikutip dari laman jurnal online yang dapat dikunjungi pada alamat website berikut ini:
Dengan pengarang:
Agung Syetiawan and Herjuno Gularso dan Giri Iryan Kusnadi and Gian Nugraha Pramudita
DAFTAR SEKARANG!!
Training Center di Yogyakarta
Contact us
1. Dwi Purwanto
085602006858 (m3)
081328361414 (simpati)
Email: fetc.trainingcenter@gmail.com
admin@frastatraining.com
2. Kurnia
08179414410 (xl)
Email: kurniafrasta@gmail.com
FETC,Ruko house of Tajem no A 1 JL Raya Tajem km 2 Panjen Wedomartani Ngemplak Sleman Yogyakarta,
Telp 0274 4462970
OUR SOCIAL MEDIA
mau lanjut WA langsung??
Materi Selengkapnya Click Di Sini
Informasi Pelatihan Selengkapnya Click Di Sini
#hidrografi
#pelatihanhidrografi
#pelatihanpemetaanindonesia
#SurveyorIndonesia
#surveying #mining #surveyor #fetc
#training #pelatihan #belajargps
#belajaruav #belajarsurvey
#pertambangan #surveyortambang
#juruukur #trainingpemetaanindonesia
#pelatihansurveydanpemetaan
#pelatihanpemetaan
#kursussurveydanpemetaan
#materisurveypemetaan
#pelatihanjuruukursurveypemetaan
#surveypemetaan
#geolistrik
#geolistrikonline
#pelatihangeolistrik
#pelatihangeolistrikonline
#geofisika
#mencariairtanah