- DEM
DEM (Digital Elevation Model) adalah data digital yang menggambarkan geometri dari bentuk permukaan bumi atau bagiannya yang terdiri dari himpunan titik-titik koordinat hasil sampling dari permukaan dengan algoritma yang mendefinisikan permukaan tersebut menggunakan himpunan koordinat (Tempfli, 1991 dan Purwanto, 2015 dalam Duantari Novita, 2017).
DEM merupakan suatu sistem, model, metode, dan alat dalam mengumpulkan, processing, dan penyajian informasi medan. Susunan nilai-nilai digital yang mewakili distribusi spasial dari karakteristik medan, distribusi spasial diwakili oleh nilai-nilai pada sistem koordinat horisontal X dan Y serta karakteristik medan diwakili oleh ketinggian medan dalam sistem koordinat Z (Doyle, 1991 dan Purwanto, 2015 dalam Duantari Novita, 2017).
Digital Elevation Model (DEM) khususnya digunakan untuk menggambaran model relief rupa bumi tiga dimensi (3D) yang menyerupai keadaan sebenarnya di dunia nyata (real world) divisualisasikan dengan bantuan teknologi komputer grafis dan teknologi virtual reality (Mogal, 1993 dan Purwanto,2015 dalam Duantari Novita, 2017).
Sumber data dari DEM dapat bermacam-macam diantaranya FU stereo (Photogrammetric Techiques), citra satelit stereo (Stereo-pairs technique), data pengukuran lapangan (GPS, Theodolith, EDM, Total Station, Echosounder), peta topografi (Interpolation Technique), peta topografi (Interpolation Technique), radar (Radar technique), LiDAR (Laser Scanner Technique). Sedangkan bentuk data dari DEM meliputi titik (titik tinggi), garis (kontur), dan penyiaman (LiDAR) (Purwanto 2015).
Digital Elevation Model (DEM) adalah model digital yang memberikan informasi bentuk permukaan (topografi) dalam bentuk data raster, vektor atau bentuk data lainnya. DEM memuat informasi ketinggian dan kemiringan yang mempermudah interpretasi. sehingga dapat digunakan dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam bidang kebencanaan DEM dapat digunakan untuk membuat peta rawan bencana banjir atau tanah longsor. Dalam bidang manajemen sumberdaya DEM dapat digunakan untuk mendapatkan lokasi penambangan. Dan masih banyak kegunaan lainnya dari DEM. Salah satu sumber data untuk pembentukan DEM adalah foto udara. Foto udara yang dapat digunakan merupakan foto udara stereo atau foto udara yang bertampalan kanan dan kiri. Hal ini dimaksudkan agar didapatkan tidak hanya data X atau Y namun juga Z yang merepresentasikan ketinggian. Foto udara yang dipakai merupakan foto udara skala besar yaitu 1:10.000. Dalam penelitian ini sumber data yang dipakai merupakan dari foto udara skala besar karena representasi permukaan akan tampak lebih jelas dibandingkan dengan foto udara skala menengah maupun dari citra. Foto udara dengan skala kecil sangat bermanfaat terutama untuk manajemen tata ruang sehingga dengan mengolah informasi DEM dari foto udara skala ini dapat memberikan informasi yang lebih detail mengenai relief permukaan bumi yang dipetakan.
DEM dari foto udara salah satunya dapat diolah dari titik dan garis ketinggian yang diolah menggunakan perangkat lunak Summit Evolution. Titik dan garis ini diperoleh dari persebaran mass point, breaklines, unsur hidrografi, serta transportasi dari suatu data foto udara stereo. Titik dan garis ketinggian inilah yang kemudian disatukan untuk membuat DEM dengan beberapa metode yang ditentukan. Tahapan yang digunakan dalam pembuatan unsur-unsur pembentuk ketinggian adalah stereoplotting. Stereoplotting adalah ekstraksi data dari sumber data berupa data radar menjadi data vektor yang dilakukan dengan cara digitasi 3 dimensi secara stereoskopis. Melalui tahapan ini akan didapati informasi mengenai posisi planimetris serta ketinggiannya sesuai dengan yang ada di lapangan. Plotting pada foto udara skala besar juga akan memberikan informasi yang lebih detail data yang ada di lapangan.
Dari unsur pembentuk ketinggian tersebut selanjutnya dapat dibuat DEM dari wilayah yang dipetakan. Pembuatan DEM ini dapat melalui beberapa metode yaitu TIN, IDW, dan Kriging. Metode-metode tersebut dipilih karena telah banyak digunakan pada berbagai penelitian yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya. TIN hampir sama dengan grid yang merupakan data digital untuk merepresentasikan suatu permukaan, namun TIN merepresentasikan permukaan sebagai suatu kesatuan yang berlanjut tanpa ada segitiga yang saling menampal. IDW atau Inverse Distance Weighted adalah suatu metode yang mensyaratkan kondisi nilai estimasi sebuah titik dipengaruhi oleh titik terdekat yang diketahui dibandingkan titik yang semakin jauh. Sementara metode Kriging mengasumsikan bahwa jarak atau arah antara titik sampel merefleksikan korelasi spasial yang dapat digunakan untuk menjelaskan variasi pada permukaan yang mana hal ini sesuai dengan jumlah spesifik titik-titik maupun keseluruhan titik dengan radius tertentu untuk menentukan hasil nilai untuk tiap-tiap lokasi.
- DSM
Digital Surface Model (DSM) adalah model ketinggian yang menampilkan elevasi pada permukaan pertama di tanah. DSM digunakan untuk membentuk Digital Terrain Model (DTM) dengan membuang semua fitur dan area pohon secara digital (Purwanto 2015 dalam Duantari Novita, 2017).
DSM mendeskripsikan ketinggian dari vegetasi misalnya pohon dan fitur-fitur lainnya misalnya bangunan (Hirt 2015 dalam Duantari Novita, 2017).
Digital Surface Model (DSM) merupakan representasi suatu permukaan fisik dari sekumpulan titik-titik koordinat tiga dimensi. Data hasil DSM mencakup vegetasi, jalan, bangunan, dan fitur terrain alami. Sehingga dapat dibuat model tiga dimensi dari berbagai sudut pandang dengan menambahkan land covernya (Sari 2016 dalam Duantari Novita, 2017).
- DTM
Digital Terrain Model (DTM) adalah deskripsi digital dari permukaan medan dari poin 3D. DTM mendekati sebagian atau seluruh permukaan terrain dengan satu set poin diskrit (Hirt 2015).
DTM dibentuk dari DSM dimana nilai elevasi berada pada bare earth. DSM yang digunakan untuk membentuk DTM secara digital menghapus seluruh fitur pada permukaan area (Purwanto 2015).
DTM merupakan bentuk digital dari terrain (permukaan tanah, tidak termasuk objek di atasnya). DTM digambarkan sebagai tiga representasi dimensi permukaan medan yang terdiri dari X, Y, Z koordinat disimpan dalam bentuk digital yang juga mencakup ketinggian dan elevasi unsur-unsur geografis lainnya serta fitur alami seperti sungai, jalur pegunungan. DTM secara singkat merupakan DEM yang telah ditambah dengan unsur-unsur seperti breaklines dan pengamatan selain data asli (Sari 2016).
Digital Terrain Model (DTM) merupakan salah satu output dalam pemetaan rupabumi Indonesia (RBI) yang dibentuk dari unsur-unsur hipsografi seperti masspoint, garis punggung bukit dan perairan. Unsur-unsur tersebut dibentuk menggunakan teknik fotogrametri menggunakan stereo image, dimana pada skala besar umumnya menggunakan foto udara, sedangkan pada skala menengah digunakan data citra (radar dan optis). Proses interpolasi dilakukan untuk menghasilkan DTM dari titik-titik yang mempunyai informasi ketinggian (Setiyoko & Kumar, 2012 dalam Susetyo dan Ayetiawa, 2016). Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas DTM antara lain: metode sampling data, kerapatan/densitas data, kompleksitas terrain, metode interpolasi dan parameter interpolasi (Mohamed, 2011 dalam Susetyo dan Ayetiawa, 2016). Kerapatan data dan kompleksitas terrain dilakukan uji coba dengan mengambi tiga tipe topografi berbeda: pegunungan, pantai dan pemukiman padat. Terdapat tiga metode interpolasi data yaitu TIN, IDW, dan Kriging, namun hingga saat ini tidak ada ketentuan khusus mengenai metode interpolasi yang seharusnya digunakan dalam pembentukan DTM dalam proses pemetaan RBI. Semakin bagus DTM yang dihasilkan (ditunjukkan dengan nilai error yang kecil), maka akan semakin menggambarkan kenampakan mukabumi mendekati dengan keadaan yang sebenarnya.
- Daftar Pustaka:
Arfaini, J. d. (2016). Analisa Data Foto Udara untuk DEM dengan Metode. Jurnal Teknik ITS, 2-3.
Hirt, C. (2015). Digital Terrain Models. Encyclopedia of Geodesy (Ed. E.W. Grafarend). Berlin: Heidelberg.
Novita, D. (2017). Analisis Perbandingan DTM (Digital Terrain Model) Dari Lidar (Light Detection And Ranging) Dan Foto Udara Dalam Pembuatan Kontur Peta Rupa Bumi Indonesia. Tugas Akhir – RG141536, 27-30.
Purwanto, T. H. (2015). Digital Terrain Modelling. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Sari, D. R. (2016). Analisa Geometrik True Orthophoto data LiDAR. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Setiyoko, A., & Kumar, A. (2012). Comparison Analysis of Interpolation Techniques for DEM Generation Using Cartosat-1 Stereo Data. International Journal of Remote Sensing and Earth Sciences, 9(2), 78–87.
Susetyo, D. B. (2016). Perbandingan Metode Interpolasi Terhadap Hasil Pembentukan Digital Terrain Model (DTM). FIT-ISI dan CGISE 2016 , 40-44.
Tempfli, K . 1991. DTM and Differential Modelling. Proceeding ISPRS and OE EPE Joint Workshop on 51 Updating Digital Data by Photogrammetric Methods 15-17 September 1991 Oxford, England:193-200.
DAFTAR SEKARANG!!
Training Center di Yogyakarta
Contact us
1. Dwi Purwanto
085602006858 (m3)
081328361414 (simpati)
Email: fetc.trainingcenter@gmail.com
admin@frastatraining.com
2. Kurnia
08179414410 (xl)
Email: kurniafrasta@gmail.com
FETC,Ruko house of Tajem no A 1 JL Raya Tajem km 2 Panjen Wedomartani Ngemplak Sleman Yogyakarta,
Telp 0274 4462970
OUR SOCIAL MEDIA
mau lanjut WA langsung??
Materi Selengkapnya Click Di Sini
Informasi Pelatihan Selengkapnya Click Di Sini
#hidrografi
#pelatihanhidrografi
#pelatihanpemetaanindonesia
#SurveyorIndonesia
#surveying #mining #surveyor #fetc
#training #pelatihan #belajargps
#belajaruav #belajarsurvey
#pertambangan #surveyortambang
#juruukur #trainingpemetaanindonesia
#pelatihansurveydanpemetaan
#pelatihanpemetaan
#kursussurveydanpemetaan
#materisurveypemetaan
#pelatihanjuruukursurveypemetaan
#surveypemetaan
#geolistrik
#geolistrikonline
#pelatihangeolistrik
#pelatihangeolistrikonline
#geofisika
#mencariairtanah